Jumat, 25 Januari 2013
Ayo Maju, Nasib yang Lebih Baik Menanti Anda
Bob Moore, punya cerita menarik yang
dapat kita jadikan pemacu motivasi kita agar lebih gigih dan tidak mudah
menyerah dalam hal apapun.
Pertanyaan
Sungguh mengherankan bahwa ternyata
tidak banyak dari diantara kita yang bertanya pada diri sendiri tentang
pertanyaan yang penting itu.
Beberapa tahun yang lalu, Bob Moore
diundang untuk mendengarkan seorang wanita berkedudukan penting yang memberikan
ceramah kepada para mahasiswa disebuah kolese kecil di Calofornia Selatan.
Bangsal dipenuhi mahasiswa yang penuh semangat karena mendapat kesempatan
mendengarkan seseorang yang sangat terkenal dibidangnya.
Setelah sang Gubernur menyampaikan kata
sambutannya, sipembicara maju mendekati mikrofon, memandang khalayak pendengarnya
dari kiri, ke kanan, dan mulai:
"Saya dilahirkan oleh seorang ibu
yang tidak dapat mendengar dan tidak dapat bicara, alias Bisu dan Tuli. Saya
tidak tahu siapa Ayah saya, apakah dia masih hidup atau sudah meninggal.
Pekerjaan pertama yang saya geluti adalah di Pertanian Kapas"
Para pendengar tertegun. "Tidak ada
sesuatu pun yang akan tetap sama jika kita tidak menghendaki begitu," dia
melanjutkan. "Bukan nasib, bukan keadaan, dan juga bukan kita dilahirkan
demikian yang menyebabkan masa depan kita menjadi demikian." Dan dengan
suara perlahan, dia mengulangi, "Tidak ada sesuatupun yang akan tetap sama
jika kita tidak menghendakinya begitu."
"Yang harus dilakukan orang
adalah," dia menambahkan dengan suara tegas, "Mengubah keadaan yang
mendatangkan ketidakbahagiaan atau ketidakpuasan dengan menjawab pertanyaan:
"Saya ingin keadaan ini menjadi seperti apa?, Lalu kita harus bekerja
sendiri dengan tekad baja untuk mewujudkannya."
Sumber: The Question by Bob Moore,
disadur dari 'Chicken Soup for the Soul at Work' Copyright 1996 by Jack
Canfield, Mark Victor Hansen, Maida Rogerson, Martin Rutte & Tim Clauss
JAGUNG
Seorang wartawan mewawancarai seorang
petani untuk mengetahui rahasia di balik buah jagungnya yang selama
bertahun-tahun selalu berhasil memenangkan kontes perlombaan hasil pertanian.
Petani itu mengaku ia sama sekali tidak mempunyai rahasia khusus karena ia
selalu membagi-bagikan bibit jagung terbaiknya pada tetangga-tetangga di
sekitar perkebunannya.
"Mengapa anda membagi-bagikan bibit jagung terbaik itu pada
tetangga-tetangga anda? Bukankah mereka mengikuti kontes ini juga setiap
tahunnya?" tanya sang wartawan.
"Tak tahukah anda?," jawab petani itu. "Bahwa angin menerbangkan serbuk
sari dari bunga-bunga yang masak dan menebarkannya dari satu ladang ke
ladang yang lain. Bila tanaman jagung tetangga saya buruk, maka serbuk sari
yang ditebarkan ke ladang saya juga buruk. Ini tentu menurunkan kualitas
jagung saya. Bila saya ingin mendapatkan hasil jagung yang baik, saya harus
menolong tetangga saya mendapatkan jagung yang baik pula."
Begitu pula dengan hidup kita.
"Mengapa anda membagi-bagikan bibit jagung terbaik itu pada
tetangga-tetangga anda? Bukankah mereka mengikuti kontes ini juga setiap
tahunnya?" tanya sang wartawan.
"Tak tahukah anda?," jawab petani itu. "Bahwa angin menerbangkan serbuk
sari dari bunga-bunga yang masak dan menebarkannya dari satu ladang ke
ladang yang lain. Bila tanaman jagung tetangga saya buruk, maka serbuk sari
yang ditebarkan ke ladang saya juga buruk. Ini tentu menurunkan kualitas
jagung saya. Bila saya ingin mendapatkan hasil jagung yang baik, saya harus
menolong tetangga saya mendapatkan jagung yang baik pula."
Begitu pula dengan hidup kita.
"Mereka
yang ingin meraih keberhasilan harus menolong tetangganya menjadi berhasil
pula. Mereka yang menginginkan hidupdengan baik harus menolong tetangganya
hidup dengan baik pula. Nilai dari hidup kita diukur dari
kehidupan-kehidupan yang disentuhnya".
Selasa, 22 Januari 2013
PENYESALAN TERAKHIR SEORANG ISTRI
Aku membencinya, itulah
yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun
menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah
karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.
Walaupun menikah
terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya,
setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan
semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan
meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun.
Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku
adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.
Ketika menikah, aku
menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku
juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku
sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal
itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan
hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua
keinginanku.
Di rumah kami, akulah
ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah,
aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang
diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa
mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia
memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah
kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia
memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia
menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan
teman-temanku.
Tadinya aku memilih
untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak.
Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia
menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil
KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya
setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya. Itulah
kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung
sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya
melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia
melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama
kedua anak kami.
Waktu berlalu hingga
anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi
sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di
meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar
anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan
ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan
kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih
ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan
perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.
Sebelum ke kantor,
biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia
juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha
mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama
anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan
berat untuk pergi.
Ketika mereka pergi,
akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku.
Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah
satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik
termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar
tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku
tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak
menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi
hingga dompetku tak bisa kutemukan
aku menelepon suamiku
dan bertanya. “Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya
uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu,
kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan
dengan lembut. Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon
tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali
berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak.
“Apalagi??” “Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan
mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir
aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu
jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan
mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon
yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa
membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga
ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.
Hujan turun ketika aku
melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi
jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak
ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua
kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan
marah. Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara
bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku.
Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri,
“selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan
itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa
suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit
kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika
telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat
handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap
bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.
Entah bagaimana
akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh
keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu
suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena
selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah
menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang
dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan
karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan
kematiannya.
Selesai mendengar
kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang
shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk
menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan
erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.
Ketika jenazah dibawa
ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari
baru kali inilah aku benar- benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas.
Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi
sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan
kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali
pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat.
Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha
mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin
mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak
berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras
membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi
pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya,
tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami
berbicara.
Aku teringat betapa aku
tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya.
Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat
yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak
pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau
aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak
pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai.
Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan
kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa
makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya
memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan
atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa.
Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah.
Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya
karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman- temanku.
Saat pemakaman, aku tak
mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan
onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat
tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga
besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku
begitu terluka kehilangan dirinya.
Hari-hari yang kujalani
setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan
tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari- hari
awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan
ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku
makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat
mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang
datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang.
Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di
rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku
menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya
di sebelahku. Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya,
tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali.
Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku
merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia
melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang
aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya
masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas
piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun
tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan
mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan
kehilangan remote.
Semua kebodohan itu
kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena
panah cintanya. Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua
kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya
masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak
bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang
membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini
kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf
pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun
karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna.
Sholatlah yang mampu
menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan
begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang
selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka
setelah kepergian suamiku.
Empat puluh hari
setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan.
Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung
merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan
suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang
kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai
untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa.
Dari kantor tempatnya
bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika
melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke
rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk
keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang
aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena
jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami
bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama
sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab
beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa
banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan
suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia
menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata
apapun adalah isi suratnya untukku.
Istriku Liliana
tersayang, Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf
karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf
karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku
waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik
yang pernah kulakukan untukmu. Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi
sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu
saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian
nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa
kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan
mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang. Jangan
menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang
terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan
mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku
menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku. Teruntuk
Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah
istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan
Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian
berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!
Aku terisak membaca
surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas
suamiku kalau ia mengirimkan note. Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku
memiliki beberapa tabungan dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat
beberapa usaha dari hasil tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil
meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis
terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya
ia tetap membanjiri kami dengan cinta.
Aku tak pernah berpikir
untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya
yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk
anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku
selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat
suamiku pergi.
Kini kedua putra
putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang
pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana
nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci,
gimana ya bu?” Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah
suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan
mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya,
akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun
persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.” Putriku menatapku,
“seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada
ayah sampai sekarang?” Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu
seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu
setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian
berdua.”
Senin, 21 Januari 2013
Hasil International Open of Tapak Suci 2012
Pada tanggal 7-12 Desember telah dilaksanakan Kejuaraan Internasional Open
Of Tapak Suci 2012 yang diadakan oleh Universitas Brawijaya Malang, dengan di ikuti
oleh peserta total 290 peserta, 55 dengan rincian kontingen dari luar negri 3
negara yaitu : Madagaskar,Mesir,Ubezkistan dan di ikuti oleh 6 PIMWIL, BALI, NTB, KALTIM,
JOGJA, SULBAR, dan BABEL serta 46 perguruan tinggi.
Kejuaraan ini merupakan yang pertama kali di
gelar oleh tapak suci sebagai salah satu syiar islam,dan juga untuk menunjukkan kepada dunia bahwa
salah satu pencak silat dari Indonesia ini memang layak untuk di pertandingkan
di kacah internasional dan untuk meningkatkan eksistensi pencak silat di muka
dunia.
Setelah beberapa hari kejuaraan ini di gelar
yaitu pada tanggal 7-12 desember 2012, maka telah berakhirlah sudah Kejuaraan International Open of Tapak Suci 2012 ini dengan hasi :
- Juara Umum 1 Draih Oleh Tuan Rumah Tapak Suci Universitas Brawijaya Malang.
- Juara Umum 2 Diraih Oleh Kontingen PIMWIL DIY .
- Juara Umum 3 Diraih Oleh Kontingen PIMWIL KALTIM.
- Kontingen Terbaik Oleh Kontingen Universitas Ahmad Dahlan Yogjakarta.
- Pesilat Terbaik Putra Diraih Oleh Mursyid Kelas A Pa Dari UNISMUH Makassar.
- Pesilat Terbaik Putri Diraih Oleh Nurhaidah Kelas D Pi Dari PIMWIL NTB.
Itulah hasil kejuaraannya , Sedangkan dari Tapak Suci Universitas Ahmad Dahlan
sendiri menurunkan 18 atletnya dan yang meperoleh medali adalah:
No
|
Nama
|
Katagori
|
Juara
|
1.
|
Agung Dwi RK
|
Figter Kelas I Putra
|
2
|
2.
|
Naita Faulina
|
Kelas Seni Beregu
|
2
|
3.
|
Ifah Maya Sari
|
Kelas Seni Beregu
|
2
|
4.
|
Yahya Zakiyah
|
Kelas Seni Beregu
|
2
|
5.
|
Rian Terna
|
Kelas Seni Beregu
|
2
|
6.
|
Adi Saputra
|
Kelas Seni Beregu
|
2
|
7.
|
Adi Saputra
|
Figter Kelas F Putra
|
3
|
8.
|
Miftahudin
|
Kelas Bebas Beregu Pa
|
3
|
9.
|
Agung Dwi RK
|
Kelas Bebas Beregu Pa
|
3
|
10.
|
Amad Basyuni
|
Kelas Bebas Beregu Pa
|
3
|
11.
|
Abdul Muklis Jaelani
|
Seni Tunggal Putra
|
3
|
12.
|
Isni Yuliza
|
Seni Tunggal Putri
|
3
|
Kontingen Terbaik International Open of Tapak Suci 2012
Semuanya tidak luput dari rahmat dan
karunia Allah SWT. Dan do'a dari semua civitas
UAD dengan didorong semangat Atlet-atlet
UAD yang sangat gigih demi mengemban
amanat yang di tugaskan oleh Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta dengan dasar
Iman dan Taqwa, Menjujnjug Tinggi Sportivitas, Saling Menghargai, dan juga Kebersamaan. (Mucliz)
Minggu, 20 Januari 2013
INILAH CARA UNTUK MENANG
Majulah……….
Railah kemenangan
Jangan
kembali pulang ,sebelum kita menang
Walaupun
mayat terkapar di medan juang ,itulah para HERO berjung
Kebanyakan
orang berapologi dengan kondisi terbatas tidak mau berbuat apa apa. Menyerah pada
keadaan, mengalah terhadap masalah, lari dari tanggung jawab. ketika gagal ia
menyalahkan keadaan, bukannya intropeksi, berbenah diri dan bangkit
Kawan... kita bisa menang, bila berani mengubah cara berpikir kita. Sesungguhnya di tengah
keterbatasan itu tersimpan kekuatan dasyat yang bias kita luarbisasakan. Kanzii ajzi, kelemahanku adalah
kekuatanku.Kekuatan untuk memaksa seluruh potensi yang ada, Hadapi masalah dengan berpikir dan berjiwa besar.ubah tantangan
jadi peluang.buktikan..., aku yakin aku bias, bila aku mampu ,luar biasa. banyak jalan
untuk menang. Jangan kembali pulang …sebelum
kita menang.
Maka
carilah insprasi untuk memberi arahan pasti, agar langkah berani tanpa ragu lagi,
agar potensi tak diingkari, agar nikmat tak dikufuri, agar keberanian tak
didustai, dan momentum tidak di tinggal lari serta bahagia bukan hanya mimpi
lagi.
Tips-tips untuk menang
- Gali inspirasi kebaikan sebagai bekal sukses tanpa batas.
- Jalan hidup tanpa tekanan dan keterpaksaan.
- Pandang ujian sebagai pembangkit semangat yang dasyat.
- Lihat tantangan sebagai lautan ide untuk mendesain cara kreatif.
- Temukan keunikan dirimu untuk disyukuri, lihat kekuranganmu dengan positif.
- Tetapkan pilihan hidup yang sesuai, dan toleran terhadap pilihan orang lain, serta fokuskan diri unuk berprestasi.
- Ubah dirimu, melangkahlah dengan gagah, dan tidak mudah patah sebelum mencetak sejarah.
- Jadilah diri sendiri. lebih baik jadi nomor satu bagi diri sendiri dari pada nomor dua di bayang-bayang sukses orang lain.
Dan…..
Jadilah engkau, orang yang kehadirannya
diharapkan, suaranya didengar, kebaikannya ditiru, dan gagasannya dilanjutkan.
Jumat, 04 Januari 2013
STRUKTUR ORGANISASI 2012-2013
TAPAK SUCI PUTERA MUHAMMADIYAH UNIT 001
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
PERIODE 2012-2013
2. AstriYatnasari
2. Sutari
Departemen- departemen :
2. Miftakhudin
2. M. Basufi R
3. Deki Zarmadi
2. Dedirman
3. YulitaCahyaningsih